Unborn 8.0 Green Pointer
 photo cooltext1765938447_zpse0b0bdc3.png

Senin, 27 Oktober 2014

Wanita Menikah yang Membuat NPWP di KP2KP Kendal

"Ada yang bisa dibantu Mbak?" tanya seorang pegawai pajak di KP2KP Kendal. "Iya Pak, saya ingin membuat NPWP, bisa disini Pak?" jawab seorang wanita dengan harap-harap cemas. "Mbak sudah punya SUAMI?" tanya pegawai pajak dengan nada selidik. Bisa ditebak dech, suasana sontak berubah jadi sedikit kaku, Mbak si pemohon NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak) juga jadi kikuk dan menatap penuh tanya kok pake tanya-tanya suami segala nich...wah...... "Ya Pak, maksudnya gimana kok kurang jelas ya?"dengan wajah serius penuh keheranan dan agak curiga wanita tersebut bertanya. "Iya Mbak ini statusnya single atau sudah menikah?" tanya pegawai juga dengan nada menegaskan, dengan fasih karena pertanyaan pengulangan ke setiap wanita yang datang membuat NPWP. Itulah sedikit ilustrasi kekikukan atau suasana yang agak kurang mengenakkan di KP2KP Kendal, bahkan penulis yakin hal tersebut terjadi disetiap Kantor Pelayanan Perpajakan diseluruh Indonesia. Sebenarnya keadaan seperti ilustri diatas tidak perlu terjadi seandainya masyarakat tahu tentang aturan mengajukan permohonan NPWP orang pribadi. Baiklah, berikut akan diuraikan tentang hal tersebut dibawah ini. 

  
Ilustrasi: NPWP Wanita Kawin atau Istri


Salah satu masalah NPWP yang sering menjadi tanda tanya di masyarakat kita adalah tentang kepemilikan NPWP bagi wanita kawin atau istri. Kami di KP2KP Kendal sering sekali menemui Wajib Pajak yang belum jelas benar tentang NPWP bagi wanita kawin atau istri.

Pada prinsipnya sistem administrasi perpajakan di Indonesia menempatkan keluarga sebagai satu kesatuan ekonomis, bahwa penghasilan dan kerugian istrinya juga nanti digabungkan dengan penghasilan suaminya (Pasal 8 UU PPh), sehingga dalam satu keluarga hanya terdapat satu Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) yaitu NPWP suami, dalam arti istri ikut NPWP suami. Namun demikian, istri dapat memiliki NPWP sendiri bila hidup berpisah atau melakukan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan. Istri juga dapat ber-NPWP sendiri bila memang berkehendak demikian. 

Biar makin jelas mari kita lihat PP 74 Tahun 2011. Pada Pasal 2 ayat (3) PP 74 Tahun 2011 tersebut ditegaskan bahwa, wanita kawin yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif tetapi tidak hidup berpisah atau tidak melakukan perjanjian pisah harta, maka hak dan kewajiban perpajakannya digabungkan dengan hak dan kewajiban suaminya. Dengan demikian, terhadap wanita kawin yang tidak dikenai pajak secara terpisah, pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakannya digabungkan dengan suami sebagai kepala keluarga atau dengan kata lain, NPWP sang istri ikut NPWP suaminya.

Bagaimana bila sebelum menikah istri sudah punya NPWP ?

Dalam hal ini wanita kawin telah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak sebelum kawin, wanita kawin tersebut harus mengajukan permohonan penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak dengan alasan bahwa pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakannya digabungkan dengan pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan suaminya. Dengan demikian jelaslah bahwa NPWP istri bisa dihapuskan bila menikah.

Bagaimana bila wanita kawin ingin mempunyai NPWP sendiri?

Seperti dijelaskan sebelumnya bahwa pada dasarnya wanita kawin yang tidak hidup terpisah atau tidak melakukan perjanjian pemisahan penghasilan dan harta secara tertulis, melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakannya dengan menggunakan Nomor Pokok Wajib Pajak atas nama suaminya. Namun demikian, dalam hal wanita kawin ingin melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakan secara terpisah dari suaminya, maka wanita kawin tersebut harus mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak.

Pada Per-20/PJ/2013 Pasal 2 ayat (3) juga menegaskan bahwa wanita kawin yang dikenai pajak secara terpisah karena hidup terpisah berdasarkan keputusan hakim, menghendaki secara tertulis berdasarkan perjanjian pemisahan penghasilan dan harta atau memilih melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakannya terpisah dari suaminya meskipun tidak terdapat keputusan hakim atau tidak terdapat perjanjian pemisahan penghasilan dan harta, harus mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak. 
Tidak termasuk dalam pengertian hidup terpisah adalah suami istri yang hidup terpisah antara lain karena tugas, pekerjaan, atau usaha. Sebagai contoh : Suami istri berdomisili di Bandung. Karena suami bekerja di Jakarta, yang bersangkutan bertempat tinggal di Jakarta sedangkan istri bertempat tinggal di Bandung.
Dalam hal wanita kawin yang ingin melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakan secara terpisah dari kewajiban perpajakan suaminya dan ia telah memiliki NPWP sebelum kawin, maka NPWP yang telah dimiliki sebelum kawin tersebut digunakan dalam pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan secara terpisah dari suaminya, sehingga wanita kawin tersebut tidak perlu mendaftarkan diri lagi untuk memperoleh NPWP.
Berikut contoh sebagaimana dinyatakan dalam penjelasan Pasal 2 ayat (4) PP 74 Tahun 2011:

Bapak Bagus yang telah memiliki NPWP 12.345.678.9-XXX.000 menikah dengan Ibu Ayu yang belum memiliki NPWP. Ibu Ayu  memperoleh penghasilan dan ingin melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakan secara terpisah dari suaminya. Oleh karena itu, Ibu Ayu harus mendaftarkan diri ke Kantor Direktorat Jenderal Pajak untuk memperoleh NPWP dan diberi NPWP baru dengan nomor 98.765.432.1-XXX.000.

Lisa memperoleh penghasilan dan telah memiliki NPWP dengan nomor 56.789.012.3-XYZ.000. Lisa kemudian menikah dengan Hengki yang telah memiliki NPWP 78.901.234.5-XYZ.000. Apabila Lisa setelah menikah memilih untuk melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakan secara terpisah  dari suaminya, maka Lisa tidak perlu mendaftarkan diri lagi untuk memperoleh NPWP dan tetap menggunakan NPWP 56.789.012.3-XYZ.000 dalam melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakannya.

Pendaftaran Anak


Sesuai dengan Pasal 8 ayat 4 Undang-undang PPh, Penghasilan anak yang belum dewasa (<18 Tahun) digabung dengan penghasilan orang tuanya. Penghasilan tersebut dari manapun sumbernya masuk ke dalam penghasilan ayahnya sebagai kepala keluarga. Lalu kalau ada kredit pajak segala macam bisa diperhitungkan sebagai kredit pajak SPT Tahunan ayahnya. Jadi anak belum dewasa tidak perlu melakukan permohonan pendaftaran NPWP

Baca juga ini: 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar