Unborn 8.0 Green Pointer
 photo cooltext1765938447_zpse0b0bdc3.png

Jumat, 24 Oktober 2014

Pesan Bapak Untuk Anaknya di Facebook (sangat bagus utk renungan)

Seorang pemuda duduk di hadapan laptopnya. Login facebook. Pertama kali yang dia cek adalah inbox. Hari ini terlihat sesuatu yang tidak dia perdulikan selama ini. Bagian ‘OTHER’ di inboxnya, ada dua pesan. Pesan pertama, spam. Pesan kedua, dia membukanya. Ternyata ada pesan dari 5 bulan yang lalu.

Dia baca isinya:

“Salam.

Ini kali pertama Bapak mencoba menggunakan facebook. Bapak coba tambah kamu sebagai teman tapi tidak bisa. Bapak juga tidak terlalu paham benda ini. Bapak coba kirim pesan ini kepada kamu. Maaf, Bapak tidak pandai mengetik. Ini pun kawan Bapak yang mengajarkan.

Ingatkah saat pertama kali kamu punya HP? Saat itu kamu kelas 4 MI. Bapak kasian semua anak-anak sekarang punya HP. Jadi, Bapak hadiahkan pada kamu satu. Dengan harapan kamu akan telpon Bapak kalau kamu mau cerita tentang masalah asrama, sekolah atau apa-apa saja.

Tapi, kamu hanya telpon Bapak seminggu sekali. Tanya tentang uang makan dan jajan. Bapak berpikir juga, isi ulang pulsa 100 ribu tapi telpon Bapak tidak sampai 5 menit. Sudah habiskah pulsanya?

Saat kamu kecil dulu, Bapak masih ingat pertama kali kamu bisa ngomong. Kamu asyik panggil, ‘Bapak, Bapak, Bapak’. Bapak Bahagia sekali anak lelaki Bapak panggil Bapak. Panggil Umi.

Bapak senang bisa berbicara dengan kamu walaupun kamu mungkin tidak ingat dan tidak paham apa yang Bapak ucapkan di umur kamu 4 atau 5 tahun. Tapi, percayalah. Bapak dan Umi bicara dengan kamu banyak sekali. Kamulah penghibur kami di saat kami berduka. Walaupun hanya dengan gelak tawamu.

Saat kamu masuk MI. Bapak ingat kamu selalu bercerita dengan Bapak ketika membonceng motor dengan Bapak setiap pergi dan pulang sekolah. Banyak yang kamu ceritakan pada Bapak. Tentang ibu guru, sekolah, teman-teman.

Bapak jadi makin bersemangat bekerja keras mencari uang untuk biaya kamu ke sekolah. Sebab kamu lucu sekali. Menyenangkan. Ayah mana yang tidak gembira kalau anaknya suka ke sekolah untuk belajar.

Ketika kamu masuk MTs. Kamu mulai punya kawan-kawan baru. Kamu pulang dari sekolah, kamu langsung masuk kamar. Kamu keluar pas waktu makan saja. Kamu keluar rumah dengan kawan-kawanmu.

Kamu mulai jarang bercerita dengan Bapak. Kamu pandai. Akhirnya masuk asrama di Aliyah. Di asrama, jarak antara kita makin

jauh. Kamu mencari kami saat perlu. Kamu biarkan kami saat tidak perlu.

Bapak tahu, naluri remaja. Bapak pun pernah muda. Akhirnya, Bapak tahu kalau ternyata kamu menyukai seorang gadis.

Ketika masuk kuliah, sikap kamu sama saja dengan ketika di Aliyah. Jarang hubungi kami. Sewaktu pulang liburan, kamu sibuk dengan HP kamu, dengan laptop kamu, dengan internet kamu, dengan dunia kamu.

Bapak bertanya-tanya sendiri dalam hati. Adakah kawan istimewa itu lebih penting dari Bapak dan Umi? Adakah Bapak dan Umi cuma diperlukan saat kamu mau nikah saja sebagai pemberi restu? Adakah kami ibarat tabungan kamu saja?

Akhirnya, kamu jarang berbicara dengan Bapak lagi. Kalau pun bicara, dengan jari-jemari. Berjumpa tapi tak berkata-kata. Berbicara tapi seperti tak bersuara. Bertegur cuma waktu hari raya. Tanya sepatah kata, dijawab sepatah kata. Ditegur, kamu buang muka. Dimarahi, kamu tak cuti kemari lagi.

Malam ini, Bapak sebenarnya rindu sekali pada kamu.

Bukan mau marah atau mengungkit-ungkit masa lalu. Cuma Bapak sudah terlalu tua. Bapak sudah di penghujung usia 60 an. Kekuatan Bapak tidak sekuat dulu lagi.

Bapak tidak minta banyak…

Kadang-kadang, Bapak cuma mau kamu berada di sisi Bapak.

Berbicara tentang hidup kamu. Meluapkan apa saja yang terpendam dalam hati kamu.

Menangis pada Bapak. Mengadu pada Bapak.

Bercerita pada Bapak seperti saat kamu kecil dulu.

Apapun. Maafkan Bapak atas curhat Bapak ini.


Jagalah solat. Jagalah hati. Jagalah iman.

Mungkin kamu tidak punya waktu berbicara dengan Bapak. Namun, jangan sampai kamu tidak punya waktu berbicara dengan Allah.

Jangan letakkan cinta di hati pada seseorang melebihi cinta kepada Allah.
Mungkin kamu mengabaikan Bapak. Namun jangan kamu mengabaikan Allah.

Maafkan Bapak atas segalanya.”


Pemuda meneteskan air mata. Dalam hati perih tidak terkira. Bagaimana tidak, tulisan ayahandanya itu dibaca setelah 3 bulan beliau pergi untuk selama-lamanya.

Saudaraku, hargailah orang tua ketika mereka masih hidup... kadang kala kita terlalu sibuk bekerja, sekolah, kuliah, bahkan berpacaran, bertunangan, mengejar-ngejar lawan jenis yang kita sukai

Sampai kita lupa akan dia yang telah membesarkan kita

Memberi kita pendidikan untuk bekerja

Mengajari cara berjalan agar kita bisa hidup, beraktivitas

Jangan sampai anak kita nanti melupakan kita seperti kita melupakan orang tua kita..



Tidak ada komentar:

Posting Komentar